Picture
Tanggung  jawab sering dikaitakan dengan pekerjaan, pelayanan maupun pengabidan. Kita sebagai manusia selalu dibedakan pada apa yang menjadi tanggung jawab kita masing-masing, apakah sebagai dokter, pendeta, guru, polisi, tentara, pengusaha dll. tanggung jawab selalu menuntut kesungguhan dan kesetiaan dari yang bersangkutan. Sebagai orang percaya kita hendaknya bertanggung-jawab untuk melaksanakan perlayanan dengan kekuatan yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Tentu saja dengan kesadaran bahwa apa yang kita berikan itu semua untuk Tuhan.

Sikap seperti ini akan membuat orang percaya terhindar dari kesombongan tetapi menjadi lebih rendah hati bahkan sikap seperti ini akan sangat membantu Gereja mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kemiskinan dan penyakit sosial lainya, dengan demikian Gereja akan menjadi sumber berkat bagi umat manusia.

Sebagai keluarga Kristen hendaknya kita menyampaikan firman Tuhan itu bukan hanya dalam bentuk kata-kat tetapi harus disertai dengan perubahan yang bertanggung jawab demi kesejahteraan keluarga, jemaat dan masyarakat. Amin

Doa : Ya Tuhan ajarlah kami menjadi peribadi-pribadi dan keluarga-keluarga yang bertanggung –jawab terhadap segala hal. Amin


 
Picture
Tema Mingguan: Partisipasi warga gereja dalam politik

Tema Bulanan: Gereja yang misioner dan transformasi sosial

Bahan Alkitab:

  • Nehemia 5:1-13
  • Matius 22:17-22
ALASAN PEMILIHAN TEMA
"Partisipasi warga gereja dalam politik" adalah tema yang relevan dan kontekstual dalam konteks masa kini. Jabatan politis merupakan jabatan yang sangat berpengaruh dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan dari sebuah komunitas negara atau bangsa. Karena itu, kehadirannya memiliki tempat yang sangat strategis dalam menentukan eksistensi dari suatu komunitas.

Dalam konteks politik, dikarenakan refleksi nalar mereka cenderung tidak proposional, telah menyeret mereka ke dalam kemandulan solidaritas yang tidak memiliki kepedulian dan kepekaan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat di dalamnya warga gereja.

Para penguasa telah memusatkan pikiran dan tindakannya kepada kepentingan diri sendiri bukan pada kepentingan masyarakat dan umat, sementara itu gereja tidak memberikan kontribusi yang berarti dan yang bermakna sesuai dengan etika politik yang diyakini gereja itu sendiri. Di sini gereja tidak mampu menumbuhkan gerakan sosial.

PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kejatuhan Yerusalem dan peristiwa pembuangan ke Babel dipahami sebagai hukuman Allah atas dosa-dosa dan kelalaian umat Israel dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perjanjian dengan Allah. Namun dengan teguh para nabi menyuarakan suatu pengharapan penyelamatan dari Allah bahwa suatu pemulihan akan terjadi bagi umat-Nya.

Ketika Koresy Agung dari Persia (Iran) merebut kekuasaan atas dunia timur dari tangan Babel, ketika itu juga Persia memperluas wilayah kekuasaannya. Dan suatu keuntungan bagi orang Yahudi takkala dikeluarkannya suatu kebijakan politis Korosey untuk mengisinkan orang Yahudi buangan kembali kepada kehidupan mereka dengan menghidupkan kembali kebiasaan dan agama mereka serta untuk memulihkan sebagian jati diri nasionalnya. Kebebasan yang mereka alami di Babel telah memberikan tawaran bagi orang Yahudi untuk menetap namun beberapa kasus terjadi di mana di satu pihak menjadi makmur, dilain pihak Yehuda masih ditandai dengan kehancuran dan kemiskinan.

Nehemia 5:1-13, memperlihatkan keluhan beberapa kelompok "... ada yang berteriak ..." karena tidak memiliki apa-apa, keluarga yang memiliki kekayaan menggadaikannya; dan orang-orang meminjam uang untuk membayar upeti dengan menjaminkan tanaman di ladang dan setelah tidak mampu membayar terpaksa menjual anak-anak mereka sebagai budak. Pedomana kesamaan di antara mereka telah dilanggar, ikatan komunitas yang menjadi konsensus diabaikan. Konkritnya beberapa orang Yahudi telah menindas orang Yahudi lain. Kekuatan dan integritas terancam, sehingga kehormatan komunitas Yahudi dilecehkan degnan cara yang begitu keji oleh kenyataan adanya orang Yahudi memperbudak sesama Yahudi.

Secara transparan Nehemia menegru dengan sangat keras bahkan menuntut para pemimpin yang memanfaatkan kesempatan dengan berbagai cara untuk meraih keuntungan, antara lain melalui mengintimidasi, memprofokasi, penyuapan kepada beberapa nabi dan pemimpin lainnya, beban pajak, serta menindas mereka yang lemah.

Nehemia yang dibesarkan di pembuangan, ketika memangku jabatan tinggi sebagai juru minuman raja Artahsasta, ia mengetahui bahwa orang-orang yang masih tinggal di Yehuda berada dalam "kesulitan yang besar dan dalam keadaan tercela" (Neh.1:3). Ia berhasil mengusahkaan agar dirinya diangkat sebagai Bupati sehingga dengan wewenang dan sumber-sumber daya yang ada, ia dapat membangun kembali tembok kota itu. Nehemia bertindak dengan terampil dan berani. Ia mengumpulkan tenaga kerja yang ada dan membagi tembok itu ke dalam bagian-bagian. lalu ia mengawasi proses pembangunan dan diselesaikan secara spektakuler yaitu dalam waktu singkat, 52 hari.

Berkali-kali Nehemia menghadapi tantangan yang hebat. Ia diejek (2:19, 4:1-3), serangan bersenjata (4:7-13), tipu muslihat (6:1-4), ancaman (6:5-9). Tetapi dihadapi dengan berani, bijaksana dan tekad untuk menyelesaikan pekerjaan.

Setelah tembok itu selesai, Nehemia kemudian berusaha meningkatkan jumlah penduduk Yerusalem dan memperbaiki kondisi yang berhubungan dengan bidang sosial, ekonomi dan agama.

Nehemia memberi struktur fisik dan sosial serta stabilitas ekonomi, sehingga umat yang terbentuk oleh semangat dan kearifan Ezra yang berhasil melaksanakan pembangunan kerohanian umat, dapat bertumbuh.

Pemimpin yang korup dipublikasikannya dan sebelumnya menuduh mereka secara pribadi (8-10).

Pada akhirnya Nehemia menempatkan persoalan pada konteks yang secara eksplisit teologis dengan menyelenggarakan upacara religius (12-13). Para imam dipanggil untuk menyaksikan sumpah, dan Nehemia melakukan ritual mengebaskan lipatan bajunya.

Nehemia, berhasil mengokohkan kembali jati diri Israel dengan kehidupan keagamaan yang terpelihara sampai pada saat Allah menggenapi semua kerinduan dan harapan perjanjian dalam diri dan karya Yesus Kristus.

Matius 22:17-22, secara pragmatis pula menuturkan kehidupan dan pelayanan Yesus dalam konteks bernegara. Yesus adalah Tuhan dan Dia juga berperan sebagai tokoh politik yang handal, Ia hadir di tengah-tengah arena politik, mendapat perlawanan antara lain dari kelompok Farisi dan kelompok Herodian. Kedua kelompok ini bergabung untuk meraih suatu kekuatan menjebak dan menyerang Yesus. Tetapi Tuhan Yesus dapat membaca dan mengetahui kemunafikan mereka, yaitu ketika mereka mengajukan pertanyaan bercorak politis tentang boleh tidaknya membayar pajak kepada kaisar.

Ajaran Tuhan Yesus "berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" menunjukkan bahwa tiap-tiap orang mempunyai kewajiban terhadap negara dan terhadap Tuhan. Kewajiban terhadap negara tidaklah bertentangan dengan pendirian sebagai orang Kristen. Karena itu orang Kristen juga terpanggil untuk "berbuat" bagi negara untuk kebaikan bersama.

Makna dan Implikasi Firman
Kehidupan politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap warga negara mempunyai kewajiban untuk memperjuangkan segala kebaikan demi harkat kemanusiaannya.

Realitas percaturan politik di negeri ini nampak secara nyata dipengaruhi oleh penguasa (elit) atau yang memiliki jabatan politis. Mereka memiliki kemampuan menduduki jabatan yang tinggi dalam masyarakat dan memiliki otoritas untuk mengambil suatu kebijakan dan keputusan.

Secara struktural dan moral sebenarnya para penguasa (elit) ini dalam kiprahnya harus melakukan hal-hal yang dapat dibertanggung-jawabkan secara moral dan bukan menimbulkan permasalahan dan mempertajam konflik serta mengorbankan massanya demi meraih kesuksesannya. Pada gilirannya ritme misi untuk mensejahterakan umat menjadi sangat kaku dan statis pula.

Perihal kehidupan politik kita di negeri ini, banyak politisi/pemimpin justru menggunakan trik-trik kotor untuk menggagalkan lawan politiknya. Banyak pejabat yang melakukan kompromi melawan hukum, nurani, dan iman demi kepuasan pribadi.

Kita dipanggil ke tengah-tengah realitas bangsa termasuk di bidang politik menjalankan tugas panggilan-Nya. Suatu kenyataan di tengah-tengah bangsa dan negara dalam konteks realitas telah nampak dan sering, dimana gereja dan pemimpin masyarakat sebagai penguasa menjadi mitra untuk mencapai kepentingan masing-masing, dan terkadang gereja telah terjebak dalam suatu dimensi teologi yang rapuh.

Misi gereja bukanlah digerakkan oleh kehidupan yang raph dan disharmoni tetapi keterpanggilan dalam menemukan identitas sejati, bahwa tugas misi bukan datang dari gereja tetapi dari Allah. Di sini manusia hadir sebagai citra Allah "Sama seperti Engkau mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia" (Yoh.17:18). Misi dipahami "... berasal dari hakekat Allah" dalam mewujudkan keselamatan di dunia untuk menyatakan kehendak Allah dan merefleksikan kasih-Nya secara kreatif dan kontinu. Gereja adalah keluarga dan kawan sekerja Allah yang dituntut untuk hidup dalam kasih, sehati sepikir dalam suatu tujuan, pekah dalam permasalahan dan dengan tidak mencari kepentingan dan keuntungan sendiri melainkan selalu berbuat baik untuk kepentingan orang lain juga.

Selaku warga gereja kita dipanggil untuk harus menggarami dan menerangi dunia dengan iman yang benar, sehingga dengan demikian tanggung jawab gereja bukan hanya kepada diri sendiri, melainkan juga kepada bangsa dan negara dalam sistem pemerintahan dan perpolitikan. Gereja harus meluruskan yang bengkok dengan formula Firman Allah sebagai sumbernya, bukan ikut bersama melakukan pelanggaran etis atau berdiam diri bersifat apatis tetapi melakukan suatu gerakan keberanian untuk menyatakan kebenaran.

Tanggung jawab teologis gereja adalah untuk memberlakukan keadialn dan menegakkan martabat manusia (human dignity). Sikap hati-hati yang aneh dan rasa takut yang berlebihan sudah saatnya ditepis oleh kalangan gereja/umat. Ini penting untuk menegaskan bahwa dalam proses rekonstruksi, kita/gereja berkewajiban untuk ikut terlibat dalam politik dalam arti yang luas. Mengikuti dengan saksama berbagai perkembangan politik. Berani menyatakan aspirasi politiknya yang kritis degnan dilandasi oleh pertimbangan-pertimbagnan moral etis Kristiani.

Kita harus belajar kepada kehidupan Nehemia sebagai pejabat negara, yang kuat dan peka mendengar bisikan Roh Kudus. Meskipun bukan seorang pelihat, roh Nehemia yang sensitif sanggup menangkap kehendak Tuhan. Rencana-rencana yang dibuatnya bukan berasal dari pikirannya sendiri, namun merupakan ilham yang diberikan Tuhan. Karenanya dapat tercipta sebuah "restorasi spektakuler" yang memiliki dampak yang sangat berarti bagi kesejahteraan umat dan bangsa.

Nehemia adalah gambaran seorang pemimpin yang mencintai negerinya, seorang revolusioner dan bapak nasionalis sejati.

Kepekaan inilah yang juga seharusnya menjadi karakter pemimpin (baik eksekutif, legislatif dan yudikatif) Kristen sekarang ini.

Kekuasaan bukan sesuatu yang buruk. Ia harus dipahami sebagai anugerah Allah. Karena itu jabatan atau kekuasaan harus dipandang sebagai kesempatan untuk mengabdi kepada rakyat dan kepada Tuhan. Maksudnya, kiprahnya tidak hanya dibatasi oleh konsituennya saja atau suatu jangka waktu tertentu (masa jabatan), tetapi bagi seluruh rakyat dan ikut serta dalam menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah, yaitu keadilan, kebenaran, perdamaian dan kutuhaan ciptaan.

PERTANYAAN DISKUSI

  • Nehemia adalah seorang nabi dan juga seorang pejabat negara yakni menduduki jabatan politis. Jelaskan bagaimana Nehemia menjalankan kedua fungsi itu?
  • Menurut pengamatan anda sudah sejauh manakah gereja telah melakukan partisipasi dan tanggung jawabnya dalam proses politik yang beretika.
  • Menurut anda apa yang harus dilakukan sebagai gereja setelah mencermati kondisi berpolitik di negeri ini.
NAS PEMBIMBING: Matius 20:25-28

POKOK-POKOK DOA

  • Kepekaan sosial para pemimpin Negara dan masyarakat.
  • Peran warga gereja dalam membangun soslidaritas sesama.
  • Konsensus dalam ikatan keluarga dan persekutuan.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN: HARI MINGGU BENTUK IV

NYANYAIN YANG DIUSULKAN:
Persiapan NNBT No.6
Sesudah Doa Pembukaan NNBT No.1
Pengakuan Dosa NNBT No.11
Berita Anugerah Allah NNBT No.27
Sesudah Khotbah NNBT No.21
Persembahan NNBT No.20
Nyanyian Penutup NNBT No.34

ATRIBUT YANG DIGUNAKAN:
Warna dasar hijau dengan simbol salib dan perahu di atas gelombang.


 
Picture
Tema Mingguan: Partisipasi warga gereja dalam politik
Tema Bulanan: Gereja yang misioner dan transformasi sosial
Bahan Alkitab:
  • Nehemia 5:1-13
  • Matius 22:17-22
ALASAN PEMILIHAN TEMA
"Partisipasi warga gereja dalam politik" adalah tema yang relevan dan kontekstual dalam konteks masa kini. Jabatan politis merupakan jabatan yang sangat berpengaruh dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan dari sebuah komunitas negara atau bangsa. Karena itu, kehadirannya memiliki tempat yang sangat strategis dalam menentukan eksistensi dari suatu komunitas.

Dalam konteks politik, dikarenakan refleksi nalar mereka cenderung tidak proposional, telah menyeret mereka ke dalam kemandulan solidaritas yang tidak memiliki kepedulian dan kepekaan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat di dalamnya warga gereja.

Para penguasa telah memusatkan pikiran dan tindakannya kepada kepentingan diri sendiri bukan pada kepentingan masyarakat dan umat, sementara itu gereja tidak memberikan kontribusi yang berarti dan yang bermakna sesuai dengan etika politik yang diyakini gereja itu sendiri. Di sini gereja tidak mampu menumbuhkan gerakan sosial.

PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kejatuhan Yerusalem dan peristiwa pembuangan ke Babel dipahami sebagai hukuman Allah atas dosa-dosa dan kelalaian umat Israel dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perjanjian dengan Allah. Namun dengan teguh para nabi menyuarakan suatu pengharapan penyelamatan dari Allah bahwa suatu pemulihan akan terjadi bagi umat-Nya.

Ketika Koresy Agung dari Persia (Iran) merebut kekuasaan atas dunia timur dari tangan Babel, ketika itu juga Persia memperluas wilayah kekuasaannya. Dan suatu keuntungan bagi orang Yahudi takkala dikeluarkannya suatu kebijakan politis Korosey untuk mengisinkan orang Yahudi buangan kembali kepada kehidupan mereka dengan menghidupkan kembali kebiasaan dan agama mereka serta untuk memulihkan sebagian jati diri nasionalnya. Kebebasan yang mereka alami di Babel telah memberikan tawaran bagi orang Yahudi untuk menetap namun beberapa kasus terjadi di mana di satu pihak menjadi makmur, dilain pihak Yehuda masih ditandai dengan kehancuran dan kemiskinan.

Nehemia 5:1-13, memperlihatkan keluhan beberapa kelompok "... ada yang berteriak ..." karena tidak memiliki apa-apa, keluarga yang memiliki kekayaan menggadaikannya; dan orang-orang meminjam uang untuk membayar upeti dengan menjaminkan tanaman di ladang dan setelah tidak mampu membayar terpaksa menjual anak-anak mereka sebagai budak. Pedomana kesamaan di antara mereka telah dilanggar, ikatan komunitas yang menjadi konsensus diabaikan. Konkritnya beberapa orang Yahudi telah menindas orang Yahudi lain. Kekuatan dan integritas terancam, sehingga kehormatan komunitas Yahudi dilecehkan degnan cara yang begitu keji oleh kenyataan adanya orang Yahudi memperbudak sesama Yahudi.

Secara transparan Nehemia menegru dengan sangat keras bahkan menuntut para pemimpin yang memanfaatkan kesempatan dengan berbagai cara untuk meraih keuntungan, antara lain melalui mengintimidasi, memprofokasi, penyuapan kepada beberapa nabi dan pemimpin lainnya, beban pajak, serta menindas mereka yang lemah.

Nehemia yang dibesarkan di pembuangan, ketika memangku jabatan tinggi sebagai juru minuman raja Artahsasta, ia mengetahui bahwa orang-orang yang masih tinggal di Yehuda berada dalam "kesulitan yang besar dan dalam keadaan tercela" (Neh.1:3). Ia berhasil mengusahkaan agar dirinya diangkat sebagai Bupati sehingga dengan wewenang dan sumber-sumber daya yang ada, ia dapat membangun kembali tembok kota itu. Nehemia bertindak dengan terampil dan berani. Ia mengumpulkan tenaga kerja yang ada dan membagi tembok itu ke dalam bagian-bagian. lalu ia mengawasi proses pembangunan dan diselesaikan secara spektakuler yaitu dalam waktu singkat, 52 hari.

Berkali-kali Nehemia menghadapi tantangan yang hebat. Ia diejek (2:19, 4:1-3), serangan bersenjata (4:7-13), tipu muslihat (6:1-4), ancaman (6:5-9). Tetapi dihadapi dengan berani, bijaksana dan tekad untuk menyelesaikan pekerjaan.

Setelah tembok itu selesai, Nehemia kemudian berusaha meningkatkan jumlah penduduk Yerusalem dan memperbaiki kondisi yang berhubungan dengan bidang sosial, ekonomi dan agama.

Nehemia memberi struktur fisik dan sosial serta stabilitas ekonomi, sehingga umat yang terbentuk oleh semangat dan kearifan Ezra yang berhasil melaksanakan pembangunan kerohanian umat, dapat bertumbuh.

Pemimpin yang korup dipublikasikannya dan sebelumnya menuduh mereka secara pribadi (8-10).

Pada akhirnya Nehemia menempatkan persoalan pada konteks yang secara eksplisit teologis dengan menyelenggarakan upacara religius (12-13). Para imam dipanggil untuk menyaksikan sumpah, dan Nehemia melakukan ritual mengebaskan lipatan bajunya.

Nehemia, berhasil mengokohkan kembali jati diri Israel dengan kehidupan keagamaan yang terpelihara sampai pada saat Allah menggenapi semua kerinduan dan harapan perjanjian dalam diri dan karya Yesus Kristus.

Matius 22:17-22, secara pragmatis pula menuturkan kehidupan dan pelayanan Yesus dalam konteks bernegara. Yesus adalah Tuhan dan Dia juga berperan sebagai tokoh politik yang handal, Ia hadir di tengah-tengah arena politik, mendapat perlawanan antara lain dari kelompok Farisi dan kelompok Herodian. Kedua kelompok ini bergabung untuk meraih suatu kekuatan menjebak dan menyerang Yesus. Tetapi Tuhan Yesus dapat membaca dan mengetahui kemunafikan mereka, yaitu ketika mereka mengajukan pertanyaan bercorak politis tentang boleh tidaknya membayar pajak kepada kaisar.

Ajaran Tuhan Yesus "berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" menunjukkan bahwa tiap-tiap orang mempunyai kewajiban terhadap negara dan terhadap Tuhan. Kewajiban terhadap negara tidaklah bertentangan dengan pendirian sebagai orang Kristen. Karena itu orang Kristen juga terpanggil untuk "berbuat" bagi negara untuk kebaikan bersama.

Makna dan Implikasi Firman
Kehidupan politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap warga negara mempunyai kewajiban untuk memperjuangkan segala kebaikan demi harkat kemanusiaannya.

Realitas percaturan politik di negeri ini nampak secara nyata dipengaruhi oleh penguasa (elit) atau yang memiliki jabatan politis. Mereka memiliki kemampuan menduduki jabatan yang tinggi dalam masyarakat dan memiliki otoritas untuk mengambil suatu kebijakan dan keputusan.

Secara struktural dan moral sebenarnya para penguasa (elit) ini dalam kiprahnya harus melakukan hal-hal yang dapat dibertanggung-jawabkan secara moral dan bukan menimbulkan permasalahan dan mempertajam konflik serta mengorbankan massanya demi meraih kesuksesannya. Pada gilirannya ritme misi untuk mensejahterakan umat menjadi sangat kaku dan statis pula.

Perihal kehidupan politik kita di negeri ini, banyak politisi/pemimpin justru menggunakan trik-trik kotor untuk menggagalkan lawan politiknya. Banyak pejabat yang melakukan kompromi melawan hukum, nurani, dan iman demi kepuasan pribadi.

Kita dipanggil ke tengah-tengah realitas bangsa termasuk di bidang politik menjalankan tugas panggilan-Nya. Suatu kenyataan di tengah-tengah bangsa dan negara dalam konteks realitas telah nampak dan sering, dimana gereja dan pemimpin masyarakat sebagai penguasa menjadi mitra untuk mencapai kepentingan masing-masing, dan terkadang gereja telah terjebak dalam suatu dimensi teologi yang rapuh.

Misi gereja bukanlah digerakkan oleh kehidupan yang raph dan disharmoni tetapi keterpanggilan dalam menemukan identitas sejati, bahwa tugas misi bukan datang dari gereja tetapi dari Allah. Di sini manusia hadir sebagai citra Allah "Sama seperti Engkau mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia" (Yoh.17:18). Misi dipahami "... berasal dari hakekat Allah" dalam mewujudkan keselamatan di dunia untuk menyatakan kehendak Allah dan merefleksikan kasih-Nya secara kreatif dan kontinu. Gereja adalah keluarga dan kawan sekerja Allah yang dituntut untuk hidup dalam kasih, sehati sepikir dalam suatu tujuan, pekah dalam permasalahan dan dengan tidak mencari kepentingan dan keuntungan sendiri melainkan selalu berbuat baik untuk kepentingan orang lain juga.

Selaku warga gereja kita dipanggil untuk harus menggarami dan menerangi dunia dengan iman yang benar, sehingga dengan demikian tanggung jawab gereja bukan hanya kepada diri sendiri, melainkan juga kepada bangsa dan negara dalam sistem pemerintahan dan perpolitikan. Gereja harus meluruskan yang bengkok dengan formula Firman Allah sebagai sumbernya, bukan ikut bersama melakukan pelanggaran etis atau berdiam diri bersifat apatis tetapi melakukan suatu gerakan keberanian untuk menyatakan kebenaran.

Tanggung jawab teologis gereja adalah untuk memberlakukan keadialn dan menegakkan martabat manusia (human dignity). Sikap hati-hati yang aneh dan rasa takut yang berlebihan sudah saatnya ditepis oleh kalangan gereja/umat. Ini penting untuk menegaskan bahwa dalam proses rekonstruksi, kita/gereja berkewajiban untuk ikut terlibat dalam politik dalam arti yang luas. Mengikuti dengan saksama berbagai perkembangan politik. Berani menyatakan aspirasi politiknya yang kritis degnan dilandasi oleh pertimbangan-pertimbagnan moral etis Kristiani.

Kita harus belajar kepada kehidupan Nehemia sebagai pejabat negara, yang kuat dan peka mendengar bisikan Roh Kudus. Meskipun bukan seorang pelihat, roh Nehemia yang sensitif sanggup menangkap kehendak Tuhan. Rencana-rencana yang dibuatnya bukan berasal dari pikirannya sendiri, namun merupakan ilham yang diberikan Tuhan. Karenanya dapat tercipta sebuah "restorasi spektakuler" yang memiliki dampak yang sangat berarti bagi kesejahteraan umat dan bangsa.

Nehemia adalah gambaran seorang pemimpin yang mencintai negerinya, seorang revolusioner dan bapak nasionalis sejati.

Kepekaan inilah yang juga seharusnya menjadi karakter pemimpin (baik eksekutif, legislatif dan yudikatif) Kristen sekarang ini.

Kekuasaan bukan sesuatu yang buruk. Ia harus dipahami sebagai anugerah Allah. Karena itu jabatan atau kekuasaan harus dipandang sebagai kesempatan untuk mengabdi kepada rakyat dan kepada Tuhan. Maksudnya, kiprahnya tidak hanya dibatasi oleh konsituennya saja atau suatu jangka waktu tertentu (masa jabatan), tetapi bagi seluruh rakyat dan ikut serta dalam menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah, yaitu keadilan, kebenaran, perdamaian dan kutuhaan ciptaan.

PERTANYAAN DISKUSI

  • Nehemia adalah seorang nabi dan juga seorang pejabat negara yakni menduduki jabatan politis. Jelaskan bagaimana Nehemia menjalankan kedua fungsi itu?
  • Menurut pengamatan anda sudah sejauh manakah gereja telah melakukan partisipasi dan tanggung jawabnya dalam proses politik yang beretika.
  • Menurut anda apa yang harus dilakukan sebagai gereja setelah mencermati kondisi berpolitik di negeri ini.
NAS PEMBIMBING: Matius 20:25-28

POKOK-POKOK DOA

  • Kepekaan sosial para pemimpin Negara dan masyarakat.
  • Peran warga gereja dalam membangun soslidaritas sesama.
  • Konsensus dalam ikatan keluarga dan persekutuan.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN: HARI MINGGU BENTUK IV

NYANYAIN YANG DIUSULKAN:
Persiapan NNBT No.6
Sesudah Doa Pembukaan NNBT No.1
Pengakuan Dosa NNBT No.11
Berita Anugerah Allah NNBT No.27
Sesudah Khotbah NNBT No.21
Persembahan NNBT No.20
Nyanyian Penutup NNBT No.34

ATRIBUT YANG DIGUNAKAN:
Warna dasar hijau dengan simbol salib dan perahu di atas gelombang.


 
Picture
Matius 22 : 19 – 22
   Ajaran Tuhan Yesus “ berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” menunjukkan bahwa tiap-tiap orang mempunyai kewajiban terhadap Negara dan terhadap Tuhan. Memnuhi kewajiban terhadap Negara tidaklah bertentangan dengan pendirian sebagai orang Kristen. Karena itu orang Kristen juga terpanggil untuk “ berbuat” bagi Negara untuk kebaikan bersama. Tuhan Yesus tidak membuat suatu pertentangan, tetapi justur membuat keseimbangan antara

ketaatan kepada Allah dan kepada pemerintah. Ia tidak melarang orang bayar pajak, tetapi juga menasihati supaya memberikan kepada Allah, apa yang wajib di berikan kepada Allah.

Karena itu, sebagai keluarga Kristen kita diingatkan bawah kita memiliki kewajiban untuk taat kepada pemerintah. Ketaatan di sini bukan berarti kita kehilangan jati diri atau keberanian untuk menyuarakan suara kenabian, tetapi menjadi tugas dari warga Gereja untuk turut member kontribusi yang positif terhadap pemerintah demi kesejahteraan bersama. Tetapi juga lebih daripada itu selaku orang pecaya, kita harus menempatkan ketaatan kepada Allah, dengan mempersembahkan totalitas hidup. Amin

Doa : Bapa Sorgawi, ajarlah kami untuk senantiasa memiliki kesadaran tentang apa yang seharusnya kami berikan kepada pemerintah, terlebih kepada Tuhan. Amin